Asuransi Syariah

Assalamualikum teman-teman, langsung aja nii kali ini saya akan membahas materi tentang asuransi syariah.. Yuk disimak..

Asuransi Syariah
   
Saat ini, ada banyak jenis dan manfaat yang ditawarkan oleh asuransi, di mana setiap perusahaan asuransi memiliki beragam fitur dan keunggulan pada masing-masing produk yang mereka keluarkan.

Namun sebagai calon pengguna, maka sudah sewajarnya jika kita memahami dan mengenal dengan baik asuransi yang akan kita pilih dan gunakan. Hal ini akan membantu kita untuk mendapatkan manfaat dan keuntungan yang maksimal atas penggunaan tersebut.

Selama beberapa tahun terakhir, asuransi syariah menjadi salah satu produk asuransi yang banyak dibicarakan dalam kalangan masyarakat. Asuransi ini hadir untuk memenuhi kepentingan dan keinginan banyak orang yang mengharapkan adanya sebuah produk asuransi yang halal dan sesuai dengan ketentuan syariah.

1. Pengertian Asuransi Syariah 

Menurut Dewan Syariah Nasional, asuransi syariah adalah sebuah usaha untuk saling melindungi dan saling tolong menolong di antara sejumlah orang, di mana hal ini dilakukan melalui investasi dalam bentuk aset (tabarru) yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah.

Dalam asuransi syariah, diberlakukan sebuah sistem, di mana para peserta akan menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk membayar klaim jika ada peserta yang mengalami musibah. Dengan kata lain bisa dikatakan bahwa, di dalam asuransi syariah, peranan dari perusahaan asuransi hanyalah sebatas pengelolaan operasional dan investasi dari sejumlah dana yang diterima saja.

2. Perbedaan Asuransi Syariah dengan Konvensional 

Dalam perkembangannya, asuransi syariah memiliki banyak keunggulan dan kelebihan jika dibandingkan dengan asuransi konvensional. Hal ini tentu saja membuat adanya perbedaan mendasar di antara kedua jenis asuransi tersebut.

Sebagai contoh bila Anda ingin mengajukan asuransi kesehatan syariah dari Prudential, Allianz, Sinarmas, atau AIA, tentu saja ada beberapa keuntungan yang diberikan dibandingkan dengan asuransi kesehatan biasa.Berikut ini adalah perbedaan yang terdapat di antara asuransi syariah dan asuransi konvensional secara umum:

a. Pengelolaan Risiko

Pada dasarnya, dalam asuransi syariah sekumpulan orang akan saling membantu dan tolong menolong, saling menjamin dan bekerja sama dengan cara mengumpulkan dana hibah (tabarru). Dengan begitu bisa dikatakan bahwa pengelolaan risiko yang dilakukan di dalam asuransi syariah adalah menggunakan prinsip sharing of risk, di mana resiko dibebankan/dibagi kepada perusahaan dan peserta asuransi itu sendiri.

Sedangkan di dalam asuransi konvensional berlaku sistem transfer of risk, di mana resiko dipindahkan/dibebankan oleh tertanggung (peserta asuransi) kepada pihak perusahaan asuransi yang bertindak sebagi penanggung di dalam perjanjian asuransi tersebut seperti pada asuransi kesehatan, asuransi mobil, atau asuransi perjalanan.

b.  Pengelolaan Dana

Pengelolaan dana yang dilakukan di dalam asuransi syariah bersifat transparan dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk mendatangkan keuntungan bagi para pemegang polis asuransi itu sendiri.

Di dalam asuransi konvensional, perusahaan asuransi akan menentukan jumlah besaran premi dan berbagai biaya lainnya yang ditujukan untuk menghasilkan pendapatan dan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan itu sendiri.

c.  Sistem Perjanjian

Di dalam asuransi syariah hanya digunakan akad hibah (tabarru) yang didasarkan pada sistem syariah dan dipastikan halal. Sedangkan di dalam asuransi konvensional akad yang dilakukan cenderung sama dengan perjanjian jual beli.

d. Kepemilikan Dana

Sesuai dengan akad yang digunakan, maka di dalam asuransi syariah dana asuransi tersebut adalah milik bersama (semua peserta asuransi), di mana perusahaan asuransi hanya bertindak sebagai pengelola dana saja. Hal ini tidak berlaku di dalam asuransi konvensional, karena premi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi adalah milik perusahaan asuransi tersebut, yang mana dalam hal ini perusahaan asuransi akan memiliki kewenangan penuh terhadap pengelolaan dan pengalokasian dana asuransi.

e. Pembagian Keuntungan

Di dalam asuransi syariah, semua keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan terkait dengan dana asuransi, akan dibagikan kepada semua peserta asuransi tersebut. Namun akan berbeda dengan perusahaan asuransi konvensional, di mana seluruh keuntungan yang didapatkan akan menjadi hak milik perusahaan asuransi tersebut.

f.  Kewajiban Zakat
Perusahaan asuransi syariah mewajibkan pesertanya untuk membayar zakat yang jumlahnya akan disesuaikan dengan besarnya keuntungan yang didapatkan oleh perusahaan. Hal ini tidak berlaku di dalam asuransi konvensional.

g. Klaim dan Layanan
Di dalam asuransi syariah, peserta bisa memanfaatkan perlindungan biaya rawat inap di rumah sakit untuk semua anggota keluarga. Di sini diterapkan sistem penggunaan kartu (cashless) dan membayar semua tagihan yang timbul.

Satu polis asuransi digunakan untuk semua anggota keluarga, sehingga premi yang dikenakan oleh asuransi syariah juga akan lebih ringan. Hal ini tidak berlaku dalam asuransi konvensional, di mana setiap orang akan memiliki polis sendiri dan premi yang dikenakan tentu akan lebih tinggi.

Asuransi syariah juga memungkinkan kita untuk bisa melakukan double claim, sehingga kita akan tetap mendapatkan klaim yang kita ajukan meskipun kita telah mendapatkannya melalui asuransi kita yang lain.

h. Pengawasan
Di dalam asuransi syariah, pengawasan dilakukan secara ketat dan dilaksanakan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) yang dibentuk langsung oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan diberi tugas untuk mengawasi segala bentuk pelaksanaan prinsip ekonomi syariah di Indonesia, termasuk mengeluarkan fatwa atau hukum yang mengaturnya.
Di setiap lembaga keuangan syariah, wajib ada Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang bertugas sebagai pengawas. DPS ini merupakan perwakilan dari DSN yang bertugas memastikan lembaga tersebut telah menerapkan prinsip syariah secara benar.

DSN inilah yang kemudian bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap segala bentuk operasional yang dijalankan di dalam asuransi syariah, termasuk menimbang segala sesuatu bentuk harta yang diasuransikan oleh peserta asuransi, di mana hal tersebut haruslah bersifat halal dan lepas dari unsur haram. Hal ini akan dilihat dari asal dan sumber harta tersebut serta manfaat yang dihasilkan olehnya.

Berbeda halnya dengan asuransi konvensional, di mana asal dari objek yang diasuransikan tidaklah menjadi sebuah masalah, karena yang dilihat oleh perusahaan adalah nilai dan premi yang akan ditetapkan dalam perjanjian asuransi tersebut.

a. Instrumen Investasi
Hal ini juga menjadi sebuah perbedaan yang besar dalam asuransi syariah dan konvensional. Di dalam asuransi syariah, investasi tidak bisa dilakukan pada berbagai kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip syariah dan mengandung unsur haram dalam kegiatannya. Yang termasuk dalam kegiatan ini adalah:

  • Perjudian dan permainan yang tergolong ke dalam judi. Perdagangan yang dilarang menurut syariah, antara lain: perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan barang/jasa, dan perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu. Jasa keuangan ribawi, antara lain: bank berbasis bunga, dan perusahaan pembiayaan berbasis bunga. Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian (gharar) dan / atau judi (maisir).
  • Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau menyediakan berbagai barang, seperti: barang atau jasa haram zatnya (haram li-dzatihi), barang atau jasa haram bukan karena zatnya (haram li-ghairihi) yang ditetapkan oleh DSN-MUI. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).
  • Ketentuan seperti ini tentu saja tidak berlaku di dalam asuransi konvensional, karena pada dasarnya di dalam asuransi   konvensional perusahaan akan melakukan berbagai macam investasi dalam berbagai instrumen yang ditujukan untuk mendatangkan keuntungan yang sebesar-besarnya bagi perusahaan. Hal ini bisa dilakukan tanpa menggunakan/mempertimbangkan haram atau tidaknya instrumen investasi yang dipilih, karena pada dasarnya di dalam asuransi konvensional dana yang dilekola adalah benar-benar dana milik perusahaan dan bukan milik pemegang polis asuransi, dengan begitu perusahaan memiliki kewenangan penuh dalam penggunaan dana tersebut, termasuk dalam memilih jenis investasi yang akan digunakan.


b.  Dana Hangus
Di dalam beberapa jenis asuransi yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi konvensional, kita mengenal istilah “dana hangus” yang mana hal ini terjadi pada asuransi yang tidak diklaim (misalnya asuransi jiwa yang pemegang polisnya tidak meninggal dunia hingga masa pertanggungan berakhir). Namun hal seperti ini tidak berlaku di dalam asuransi syariah, karena dana tetap bisa diambil meskipun ada sebagian kecil yang diikhlaskan sebagai dana tabarru.
Pertimbangkan dengan Baik Asuransi yang Akan Digunakan
Pada dasarnya asuransi syariah dan konvensional memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, di mana kita sebagai calon pengguna wajib memahami dan bisa mempertimbangkan dengan baik asuransi mana yang paling tepat untuk kita gunakan. Sesuaikan kebutuhan kita dengan jenis asuransi yang kita gunakan, dengan begitu kita bisa mendapatkan manfaat dan keuntungan yang maksimal atas penggunaan tersebut.

3. Syarat-syarat diperbolehkannya asuransi syariah


  • menghilangkan unsur-unsur yang diharamkan yang terdapat dalam asuransi, yaitu gharar, riba dan maisir.
  • merubah sistem asuransi yang bersifat jual - beli (tabaduli) menjadi sistem yang bersifat tolong menolong (ta'awuni), dimana peserta asuransi saling tolong menolong terhadap peserta lain yang tertimpa musibah.
  • Konsekusensinya adalah menjadikan premi yang dibayarkan peserta sebagainya dijadikan tabarru (hibah/derma) yang dikeloa dalam satu fund khusus, yang peruntukannya khusus untuk memberikan manfaat asuransi.
  • Pengelolaan dana atau invsetasinya haruslah pada proyek-proyek yang sesuai dengan syariah. 


4. Dasar Hukum Asuransi Syariah 

Dasar hukum asuransi syariah adalah sumber dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah.10 Karena sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai yang ada dalam ajaran Islam, yaitu al-Qur’an dan Sunnah Rasul, serta pendapat Ulama atau Fuqaha yang tertuang dalam karya-karyanya.

a. Al-Qur’an
Ayat al-Qur’an yang mempunyai nilai praktik asuransi, antara lain :

1) Perintah Allah SWT untuk saling tolong-menolong dan bekerjasama
Surat al-Maidah (5) : 2
Artinya : “Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran. Bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat berat siksa-Nya”.11
Ayat al-Maidah ini memuat perintah tolong-menolong antar sesama manusia. Dalam bisnis asuransi, ini terlihat dalam praktik kerelaan anggota (nasabah) perusahaan asuransi untuk menyisihkan dananya agar digunakan sebagai dana sosial (tabarru’).

Surat al-Baqarah (2) : 185
Artinya : “… Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu…”.12
Ayat di atas menerangkan bahwa kemudahan adalah sesuatu yang dikehendaki oleh-Nya, dan sebaliknya kesukaran adalah sesuatu yang tidak dikehendaki oleh-Nya. Maka manusia dituntut oleh Allah agar tidak mempersulit dirinya sendiri dalam menjalankan bisnis, untuk itu bisnis asuransi merupakan sebuah progam untuk menyiapkan dan merencanakan kehidupan di masa mendatang.

2) Perintah Allah untuk mempersiapkan hari depan
Surat al-Hasyr (59) : 18
Artinya : “Wahai Orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan bertaqwalah mkepada Allah.Sungguh Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan”.

3) Perintah Allah untuk saling melindungi dalam keadaan susah
Surat Quraisy (106) : 4
Artinya : “Yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari rasa ketakutan”.

Surat al-Baqarah (2) : 126
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berdo’a, “Ya Tuhanku
Jadikanlah (negeri Mekkah) ini negeri yang aman sentosa”.

Dengan Surat al-Baqarah (2) : 126, Allah SWT menegaskan bahwa orang yang rela menafkahkan hartanya akan dibalas oleh-Nya dengan melipat gandakan pahalanya. Sebuah anjuran normatif untuk saling berderma dan melakukan kegiatan sosial yang diridhai oleh Allah SWT.

5. Prinsip-prinsip Asuransi Syariah 

Prinsip utama dalam asuransi syaiah adalah ta’awunu ‘ala al birr wa altaqwa (tolong menolonglah kamu sekalian dalam kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman). Prinsip ini menjadikan para anggota atau peserta asuransi sebagai sebuah keluarga besar yang satu dengan lainnya saling menjamin dan menanggung risiko. Hal ini disebabkan transaksi yang dibuat dalam asuransi syariah adalah akad takafuli (saling menanggung), bukan akad tabaduli (saling menukar) yang selama ini digunakan oleh asuransi konvensional, yaitu pertukaran pembayaran premi dengan uang pertanggungan.

Prinsip dasar asuransi syariah adalah:
1) Tauhid (Unity)
        Prinsip tauhid (unity) adalah dasar utama dari setiap bentuk bangunan yang ada dalam syariat Islam. Setiap Bangunan dan aktivitas kehidupan manusia harus didasarkan pada nilai-nilai tauhid. Artinya bahwa dalam setiap gerak langkah serta bangunan hukum harus mencerminkan nilai-nilai ketuhanan.
2) Keadilan (justice)
Prinsip kedua dalam beransuransi adalah terpenuhinya nilai-nilai keadilan (justice) antara pihak-pihak yang terikat dengan akad asuransi. Keadilan dalam hal ini dipahami sebagai upaya dalam menempatkan hak dan kewajiban antara nasabah dan perusahaan asuransi.
3) Tolong-menolong (ta’awun)
Prinsip dasar yang lain dalam melaksanakan kegiatan berasuransi
harus didasari dengan semangat tolong-menolong (ta’awun) antara anggota. Seseorang yang masuk asuransi, sejak awal harus mempunyai niat dan motivasi untuk membantu dan meringankan beban temannya yang pada suatu ketika mendapatkan musibah atau kerugian.
4) Kerja sama (cooperation)
Prinsip kerja sama merupakan prinsip universal yang selalu ada dalam literatur ekonomi Islam. Manusia sebagai makhluk yang mendapatkan mandate dari Khaliq-nya untuk mewujudkan perdamaian dan kemakmuran di muka bumi mempunyai dua wajah yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, yaitu sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial.
5) Amanah (trustworthy)
Prinsip amanah dalam organisasi perusahaan dapat terwujud dalam nilai-nilai akuntabilitas (pertanggung jawaban) perusahaan melalui penyajian laporan keuangan tiap periode. Dalam hal ini perusahaan asuransi harus memberi kesempatan yang besar bagi nasabah untuk mengakses laporan keuangan perusahaan. Laporan keuangan yang dikeluarkan oleh perusahaan asuransi harus mencerminkan nilai-nilai kebenaran dan keadilan dalam bermuamalah dan melalui auditor public.
6) Kerelaan (al-ridha)
Dalam bisnis asuransi, kerelaan dapat diterapkan pada setiap anggota (nasabah) asuransi agar mempunyai motivasi dari awal untuk merelakan sejumlah dana (premi) yang disetorkan keperusahaan asuransi, yang difungsikan sebagai dana sosial. Dan dana sosial memang betul-betul digunakan untuk tujuan membantu anggota (nasabah) asuransi yang lain jika mengalami bencana kerugiaan.
7) Larangan riba
Ada beberapa bagian dalam al-Qur’an yang melarang pengayaan diri dengan cara yang tidak dibenarkan. Islam menghalalkan perniagaan dan melarang riba.
8) Larangan maisir (judi)
Syafi’i Antonio mengatakan bahwa unsur maisir (judi) artinya adanya salah satu pihak yang untung namun di lain pihak justru mengalami kerugian. Hal ini tampak jelas apabila pemegang polis dengan sebab-sebab tertentu membatalkan kontraknya sebelum masa reversing period, biasanya tahun ketiga maka yang bersangkutan tidak akan menerima kembali uang yang telah dibayarkan kecuali sebagaian kecil saja. Juga adanya unsur keuntungan yang dipengaruhi oleh pengalaman underwriting, di mana untung-rugi terjadi sebagai hasil dari ketetapan.
9) Larangan gharar (ketidak pastian)
Gharar dalam pengertian bahasa adalah penipuan, yaitu suatu tindakan yang di dalamnya diperkirakan tidak ada unsur kerelaan.


6. Rukun dan Syarat Asuransi Syariah 

Menurut Mazhab Hanafi, rukun kafalah (asuransi) hanya ada satu, yaitu ijab dan qabul. Sedangkan menurut para ulama lainnya, rukun dan syarat kafalah (asuransi) adalah sebagai berikut:
a. Kafi<l (orang yang menjamin), dimana persyaratannya adalah sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya dan dilakukan dengan kehendaknya sendiri.
b. Makful lah (orang yang berpiutang), syaratnya adalah bahwa yang berpiutang diketahui oleh orang yang menjamin. Disyaratkan dikenal oleh penjamin karena manusia tidak sama dalam hal tuntutan, hal ini dilakukan demi kemudahan dan kedisiplinan.
c. Makful ’anhu, adalah orang yang berutang.
d. Makful bih (utang, baik barang maupun orang), disyaratkan agar dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap maupun akan tetap.
Murtadha Muthahhari mengatakan bahwa asuransi merupakan suatu akad, yaitu suatu tindakan yang dalam kewenangan dua pihak (nasabah dan perusahaan asuransi). Lebih lanjut beliau menambahkan bahwa terdapat persyaratan dan larangan bagi sahnya suatu akad. Akad yang tidak memenuhi salah satu dari persyaratan ini atau melanggar dari salah satu larangan ini adalah batal. Adapun akad yang memenuhi semua persyaratan dan tercegah dari semua larangan, maka akad itu adalah sah, meskipun akad itu merupakan akad yang baru.

Di antara sejumlah persyaratan itu misalnya:
a. Baligh (dewasa).
b. Berakal, sudah barang tentu setiap transaksi yang dilakukan oleh orang yang kehilangan akal adalah tidak sah, maka perasuransiannya pun batal.
c. Ikhtiyar (kehendak bebas), tidak boleh ada paksaan dalam transaksi yang tidak disukai.
d. Tidak sah transaksi atas suatu yang tidak diketahui. Syarat ini terdapat di dalam seluruh transaksi. Tidak sah jual beli apabila barang yang di jual tidak diketahui, dan tidak sah pembayaran harga atas sesuatu yang tidak diketahui. Karena transaksi tersebut seperti perjudian.
e. Tidak sah transaksi yang mengandung unsur riba.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I

Portofolio Beresiko Optimal

Risk and Return