Akad muraba'a

Assalamualaikum temen-temen 😊
Kali ini saya akan membahas tentang akad murabahah.. Cek it out😉

AKAD MURABAHAH 

1. Pengertian Akad Murabahah 

Murabahah berasal dari kata bahasa Arab, ribh (ar-ribhu) yang berarti keuntungan, kelebihan, atau tambahan. Di dunia perbankan syariah, perjanjian ini terjadi antara bank dengan nasabah yang memerlukan barang dari bank tersebut. Pada dasarnya, murabahah adalah transaksi penjualan.

Yang membedakan akad ini dengan praktik penjualan konvensional adalah informasi yang diberikan kepada pembeli. Menurut pendapat Utsmani, murabahah adalah bentuk jual-beli yang menuntut penjual untuk memberi informasi kepada calon pembeli tentang harga dan biaya di baliknya. Selain harga jual, calon pembeli juga berhak tahu tentang nilai pokok barang serta jumlah keuntungan yang diambil penjual.

2. Landasan Hukum Murabahah 

Landasan utama adanya transaksi murabahah adalah berasal dari Q.S. Al-Baqarah[2] : 275, yang artinya “Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. Juga pada Q.S. An-Nisa[4] : 29 yang artinya, “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta sesamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah maha penyayang kepadamu“

Fatwa MUI Terkait Murabahah
Pada era saat ini dimana transaksi murabahah erat kaitannya dengan praktik pada lembaga keuangan syariah, maka transaksi murabahah tercantum dalam fatwa DSN NO: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang murabahah. Hal ini dicontohkan seperti ketika seseorang pembeli berkata, “Beli barang ini olehmu 10 juta, nanti saya berjanji akan membelinya darimu 12juta tidak tunai dan saya pasti akan memenuhi janji (janji yang mengikat).

Dalam hal ini dikarenakan adanya janji yang terikat yang membuat kedua belah pihak tidak dapat menarik diri maka transaksi ini diperbolehkan. Hal ini merupakan pendapat dari ulama Dr. Yusuf Al Qaradhawi dan Dr. Samid Hamud.

Landasan Hadist atas Fatwa
Landasan dari pendapat ini adalah sabda Nabi SAW yaitu, “Tidak boleh melakukan perbuatan yang membuat mudharat bagi orang lain baik permulaan ataupun balasan” (HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Al-Albani). Kemudian terdapat banyak dalil-dalil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang mengharuskan seorang muslim memenuhi janjinya dan menyebut orang yang tidak memenuhi janji sebagai orang yang munafik.

Nabi SAW bersabda, “Tanda orang munafik itu ada tiga apabila ia berucap ia berdusta, apabila berjanji ia ingkar dan apabila ia diberikan amanah ia khianat” (HR. Bukhari)

Pendapat Jumhur Ulama
Jumhur (mayoritas) ulama telah sepakat terkait kebolehan akad murabahah. Sebagian ulama mendasarkan kebolehan ini deengan menganalogikan (qiyas) terhadap jual beli tauliyah yaitu jual beli dengan harga yang sama dengan harga modalnya. Sebagaimana pada hadist Nabi SAW, “Rasulullah SAW membeli unta untuk hijrah dari Abu bakar dengan harga at par (tauliyah); ketika Abu Bakar ingin menghibahkan unta tersebut, Rasulullah mengatakan; “Tidak, saya akan bayar sesuai dengan harga pokok pembelian (tsaman).””

Kemudian pada riwayat lain, Abu Bakar berkata, “ Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku punya dua ekor unta yang telah aku siapkan keduanya untuk keluar hijrah, maka ambillah salah satunya.” Maka beliau berkata: “Aku sudah mengambil salah salatunya dan kamu terima harga jualnya.” (HR. Bukhari, Abu Daud, dan Ahmad).

3. Syarat dan Rukun Terjadinya Akad murabahah 

  • Adanya pembeli dan penjual yang telah balig dan berakal sehat.
  • Keinginan bertransaksi dilakukan dengan kemauan sendiri tanpa adanya paksaan.
  • Adanya objek akad.
  • Adanya barang atau objek yang akan dijual.
  • Kejelasan harga dan kondisi barang, dengan harga yang disepakati bersama. Penjual juga harus memberitahukan harga pokok beserta besaran keuntungan yang diinginkan kepada pembeli
  • Ijab dan kabul.   

4. Skema Murabahah Sederhana 



Skema Murabahah Sederhana dengan 2 pihak
Pada murabahah ini hanya melibatkan dua pihak yaitu penjual dan pembeli. Pada tahap pertama si A akan menjualkan barangnya berupa motor kepada si B. Harga yang ditetapkan si A adalah Rp12juta. Harga tersebut terdiri dari harga modal sebesar Rp10 juta dan margin sebesar Rp2 juta. A menyebutkan dua harga tersebut kepada si B. Dikarenakan harga tersebut layak menurut B, maka ia sepakat untuk membayar motor tersebut dengan harga total Rp12 juta.


5. Skema Murabahah pada Perbankan



Skema Murabahah pada Perbankan
Praktik Murabahah pada Perbankan Syariah (Kondisi Ideal)
Bila ada yang mengatakan praktik pada perbankan konvensional dan perbankan syariah adalah sama saja, maka itu sungguh jawaban yang sangat keliru. Karena bila bicara praktik pada perbankan konvesnional, nasabah yang hendak meminjam sejumlah uang tertentu untuk membeli barang atau untuk keperluan lain harus membayar kembali uang yang dipinjam pada tempo waktu yang telah ditentukan beserta tambahan uang atau bunga yang juga harus dibayar.

Adanya tambahan uang yang harus dibayar adalah bentuk dari keuntungan yang harus diperoleh bank dari pinjaman yang ia berikan kepada nasabah. Hal tersebut dalam Islam disebut riba dan islam mengharamkan riba sebagaimana dalam Q.S. Al-Baqarah[2] : 275 bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.

Lain halnya dengan yang terjadi pada perbankan syariah. Bila bicara pada kondisi ideal, karena sistem yang digunakan adalah jual beli murabahah maka nasabah memesan terlebih dahulu kepada bank syariah sesuai dengan spesifikasi yang nasabah inginkan.

Kemudian bank tersebut membelikan barang yang dipesan nasabah kepada supplier secara tunai sehingga terjadi perpindahan kepemilikan dari supplier kepada bank. Lalu, bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan ditambahkan margin keuntungan dan nasabah berhak membeli barang tersebut secara cicilan. Konsep ini lebih dikenal dengan sebutan murabahah lil amir bisysyiraa.

Praktik Murabahah pada Perbankan Syariah (Kondisi Real)
Pada kondisi ideal dapat kamu lihat skema di atas. Namum, pada praktik real di lapangan bank syariah tidak dapat melakukan praktik jual-beli. Hal ini disebabkan bank syariah berada dalam regulasi bank Indonesia dan otoritas jasa keuangan yang mana pada regulasi tersebut teradapat undang-undang yang mengatur bahwa perbankan tidak boleh melakukan praktik jual-beli.

Selain itu, bank syariah memiliki kendala apabila harus melakukan praktik jual-beli. Kendala tersebut terdapat pada perhitungan pajak. Apabila bank syariah melakukan transaksi jual-beli maka ia akan dikenakan dua kali perhitangan pajak yaitu antara supplier dengan bank dan antara bank dengan nasabah.

Oleh sebab itu, bank tidak dapat melakukan praktik jual beli. Untuk mengatasi hal tersebut, bank syariah meminta nasabah untuk membelikan dahulu barang yang ia ingin miliki secara tunai kemudian diserahkan kepada bank dan bank tersebut menjual kembali kepada nasabah secara cicil. Hal ini dikenaal dengan sebutan murabahah bil wakalah.

6. Panduan akuntansi murabahah berdasarkan PSAK

Berikut ini adalah panduan lengkap akuntansi murabahah berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 102. Panduan akuntansi murabahah ini disusun dengan sistematis dari mulai uang muka, pengadaan barang, diskon, penyerahan barang, pembayaran angsuran, denda, dan potongan harga dengan dilengkapi contoh transaksi dan penjurnalannya.

Pencatatan Akuntansi Murabahah

  1. Uang Muka Murabahah

Uang Muka murabahah adalah jumlah yang dibayar oleh pembeli (nasabah) kepada penjual (bank syariah) sebagai bukti komitmen untuk membeli barang dari penjual. Pengakuan dan pengukuran uang muka murabahah adalah sebagai berikut :

Uang muka diakui sebagai uang muka pembelian sebesar jumlah yang diterima
Jika barang jadi dibeli oleh nasabah, maka uang muka diakui sebagai pembayaran bagian dari pokok piutang murabahah
Jika barang batal dibeli oleh nasabah, maka uang muka dikembalikan kepada nasabah setelah diperhitungkan dengan biaya-biaya riil yang dikeluarkan oleh bank
Contoh Kasus:

Tanggal 3 Agustus 2015 Bank Berkah Syariah (BBS) menerima pembayaran uang muka sebesar Rp 20.000.000 dari tuan Ahmad sebagai tanda keseriusannya untuk memesan barang kepada BBS berupa mobil Avanza. Atas transaksi tersebut BBS melakukan pencatatan sebagai berikut:

3 Agust 2015 || Dr Kas / Rek a.n Ahmad Rp 20.000.000
Cr Hutang Uang Muka Murabahah Rp 20.000.000

Tanggal 10 Agustus 2015 BBS menyerahkan barang pesanan kepada tuan Ahmad. Atas kesepakatan transaksi murabahah tersebut maka jurnal uang muka sebagai berikut :

10 Agust 2015 || Dr Hutang Uang Muka Murabahah Rp 20.000.000
Cr Piutang Murabahah Rp 20.000.000

Jika tanggal 10 Agustus 2015 tuan Ahmad membatalkan pembelian barang kepada BBS dan atas pemesananan barang Bank Syariah telah mengeluarkan biaya sebesar Rp 5.000.000. Maka jurnal transaksinya adalah:

10 Agust 2015 || Dr Hutang Uang Muka Murabahah Rp 20.000.000
Cr Biaya Pemesanan Murabahah – Pendapatan lainnya Rp 5.000.000
Cr Kas / Rek a.n Ahmad Rp 15.000.000

2. Pengadaan Barang Murabahah
Setelah nasabah memesan barang kepada Bank Syariah, maka Bank Syariah membeli barang kepada pemasok atau suplier. Pada saat barang diperoleh diakui sebagai persediaan murabahah sebesar biaya perolehan. Jika terjadi penurunan nilai persediaan murabahah karena usang, rusak atau kondisi lainnya sebelum diserahkan ke nasabah, penurunan nilai tersebut diakui sebagai beban dan mengurangi nilai aset.

Contoh Kasus:

Tanggal 4 Agustus 2015 atas pemesanan tuan Ahmad, Bank Berkah Syariah membeli mobil Avanza secara tunai ke dealer PT. Maju Terus dengan harga Rp 180.000.000. Jurnal transaksi tersebut adalah:

4 Agust 2015 || Db Persediaan Murabahah Rp 180.000.000
Cr Kas Rp 180.000.000

Tanggal 7 Agustus 2015 sebelum barang diserahkan ke tuan Ahmad, terjadi penurunan nilai barang yang disebabkan oleh satu dan lain hal sebesar Rp 2.000.000. Jurnal transaksi adalah:

7 Agust 2015 || Db Beban Kerugian Penurunan Nilai Aset Murabahah Rp 2.000.000
Cr Persediaan Murabahah Rp 2.000.000

 3. Diskon Murabahah
Diskon murabahah adalah pengurangan harga atau penerimaan dalam bentuk apapun yang diperoleh pihak pembeli dari pemasok.

Dalam pembelian barang oleh bank syariah biasanya akan mendapat diskon harga dari pihak pemasok atau suplier. Diskon tersebut oleh bank syariah diakui sebagai (PSAK 102 par 20) :

Pengurang biaya perolehan aset murabahah, jika terjadi sebelum akad murabahah;
Liabilitas kepada nasabah, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang disepakati menjadi hak nasabah.
Tambahan keuntungan murabahah, jika terjadi setelah akad murabahah dan sesuai akad yang disepakati menajdi hak bank
Pendapatan operasi lain, jika terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan dalam akad.

Contoh Kasus:
Tanggal 10 Agustus 2015, atas pembelian mobil Avanza oleh BBS, dealer PT maju terus memberikan diskon harga sebesar Rp 7.500.000 dan diberikan secara tunai. Jurnal atas transaksi tersebut:

Terjadi sebelum akad murabahah
11 Agust 2015 || Db Kas Rp 7.500.000
Cr Persediaan Murabahah Rp 7.500.000

Terjadi setelah akad murabahah dan disepakati menjadi hak nasabah
11 Agust 2015 || Db Kas Rp 7.500.000
Cr Hutang Diskon Murabahah Rp 7.500.000

Terjadi setelah akad murabahah dan disepakati menjadi hak bank
11 Agust 2015 || Db Kas Rp 7.500.000
Cr Pendapatan Murabahah Rp 7.500.000

Terjadi setelah akad murabahah dan tidak diperjanjikan
11 Agust 2015 || Db Kas Rp 7.500.000
Cr Pendapatan Operasional Lainnya Rp 7.500.000

4. Akad Murabahah / Penyerahan Barang
Setelah barang yang dipesan oleh nasabah telah disiapkan oleh bank syariah, maka proses berikutnya adalah akad / perjanjian murabahah antara bank syariah dengan nasabah bersangkutan yang sekaligus juga penyerahan barang oleh bank syariah kepada nasabah. Dalam akad murabahah disepakati beberapa ketentuan yang terkait :

Harga jual aset murabahah
Harga beli aset murabahah
Margin/keuntungan murabahah yang disepakati
Jangka waktu angsuran oleh nasabah
Dan ketentuan lainnya
Pada saat akad murabahah, piutang murabahah diakui sebesar harga jual aset murabahah yaitu harga perolehan ditambah keuntungan yang disepakati.

Keuntungan murabahah yang disepakati dapat diakui dengan cara berikut ini :

Diakui pada saat penyerahan barang. Cara ini diterapkan jika resiko penagihan piutang murabahah relatif kecil.
Diakui secara proporsional sesuai dengan kas yang diterima dari tagihan piutang murabahah. Cara ini diterapkan jika resiko penagihan piutang murabahah relatif besar.
Diakui pada saat seluruh piutang murabahah berhasil ditagih. Cara ini dilakukan jika resiko penagihan piutang murabahah cukup besar.
Dari tiga cara pengakuan keuntungan murabahah diatas, cara pada poin b yang paling sering digunakan yaitu secara proporsional sesuai dengan kas yang dibayarkan oleh nasabah.

Contoh Kasus

Tanggal 13 Agustus 2015 disepakati akad murabahah antara Bank Berkah Syariah dengan tuan Ahmad untuk pembelian mobil Avanza, dengan rincian sebagai berikut:

Harga Jual Rp 240.000.000
Harga Perolehan Rp 180.000.000
Margin / Keuntungan Rp 60.000.000
Jangka Waktu 1 tahun (12 bulan)
Metode Pembayaran Angsuran
Biaya Administrasi Rp 1.800.000
Jurnal transaksi :

13 Agust 2015 || Db Piutang Murabahah Rp 240.000.000
Cr Margin Murabahah Yang Ditangguhkan (MYDT) Rp 60.000.000
Cr Persediaan Murabahah Rp 180.000.000
13 Agust 2015 || Db Kas / rek a.n Tuan Ahmad Rp 1.800.000
Cr Pendapatan Administrasi Pembiayaan Rp 1.800.000

5. Pembayaran Angsuran Murabahah
Setelah akad murabahah dan barang sudah diserahkan kepada nasabah, maka kewajiban nasabah adalah melakukan pembayaran. Pembayaran dapat dilakukan secara tunai atau tangguh. Pada bank syariah, transaksi murabahah selalu dilakukan secara tangguh baik dengan cara angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu (tempo).

Contoh Kasus:

Berdasarkan kesepakatan dalam akad murabahah antara tuan Ahmad dan Bank Berkah Syariah adalah jangka waktu murabahah 24 bulan dan pembayaran dilakukan secara angsuran. Maka, Tanggal 13 September 2015 tuan Ahmad melakukan angsuran pertama sebesar Rp 20.000.000 dengan rincian angsuran pokok Rp 15.000.000 dan margin Rp 5.000.000 (lihat tabel angsuran).

Tabel Jadwal Angsuran Murabahah dengan Metode Proporsional (flat)

Angsuran ke- Total Angsuran Pokok Margin Sisa Pokok Sisa Margin
180,000,000 60,000,000
1 20,000,000 15,000,000 5,000,000 165,000,000 55,000,000
2 20,000,000 15,000,000 5,000,000 150,000,000 50,000,000
3 20,000,000 15,000,000 5,000,000 135,000,000 45,000,000
4 20,000,000 15,000,000 5,000,000 120,000,000 40,000,000
5 20,000,000 15,000,000 5,000,000 105,000,000 35,000,000
6 20,000,000 15,000,000 5,000,000 90,000,000 30,000,000
7 20,000,000 15,000,000 5,000,000 75,000,000 25,000,000
8 20,000,000 15,000,000 5,000,000 60,000,000 20,000,000
9 20,000,000 15,000,000 5,000,000 45,000,000 15,000,000
10 20,000,000 15,000,000 5,000,000 30,000,000 10,000,000
11 20,000,000 15,000,000 5,000,000 15,000,000 5,000,000
12 20,000,000 15,000,000 5,000,000 – –
Jurnal Transaksi:

13 Sept 2015 || Db Kas / Rek a.n Ahmad Rp 20.000.000
Cr Piutang Murabahah Rp 20.000.000

13 Sept 2015 || Db Margin Murabahah Yang Ditangguhkan (MYDT) Rp 5.000.000
Cr Pendapatan Margin Murabahah Rp 5.000.000

6. Potongan Murabahah
Potongan murabahah adalah pengurangan kewajiban nasabah yang diberikan oleh bank. Potongan murabahah dapat diberikan pada dua kondisi yaitu potongan pelunasan murabahah dan potongan tagihan murabahah.

Pada dasarnya nasabah harus melunasi seluruh kewajibannya atas transaksi murabahah, namun jika nasabah melakukan pelunasan tepat waktu atau melakukan pelunasan sebelum jatuh tempo maka bank syariah dibolehkan untuk memberikan potongan harga, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad dan besarnya potongan diserahkan pada kebijakan bank.

Potongan pelunasan piutang murabahah yang diberikan kepada nasabah diakui sebagai pengurang pendapatan murabahah. Metode potongan pelunasan piutang murabahah dengan menggunakan salah satu metode berikut ini (PSAK 102 par 27):

Diberikan pada saat pelunasan, yaitu bank mengurangi piutang murabahah dari keuntungan murabahah
Diberikan setelah pelunasan, yaitu bank menerima pelunasan piutang dari nasabah dan kemudian membayarkan potongan pelunasannya kepada nasabah.

Contoh Kasus

Tanggal 13 Juni 2016 tuan Ahmad melakukan pelunasan murabahah lebih cepat dari jadwal jatuh tempo seharusnya. Sampai bulan Juni sisa piutang murabahah a.n Tuan Ahmad adalah sebesar Rp 40.000.000 terdiri dari pokok Rp 30.000.000 dan margin Rp 10.000.000. Atas pelunasan tersebut Bank Berkah Syariah memberikan potongan margin murabahah sebesar Rp 5.000.000. Jurnal transaksi :

Diberikan pada saat pelunasan :
13 Juni 2016 Db Kas / Rek a.n Ahmad Rp 35.000.000
Cr Piutang Murabahah Rp 35.000.000
13 Juni 2016 Db Margin Murabahah Yang Ditangguhkan (MYDT) Rp 5.000.000
Cr Pendapatan Margin Murabahah Rp 5.000.000
13 Juni 2016 Db Margin Murabahah Yang Ditangguhkan (MYDT) Rp 5.000.000
Cr Piutang Murabahah Rp 5.000.000
Diberikan setelah pelunasan:
13 Juni 2016 Db Kas / Rek a.n Ahmad Rp 40.000.000
Cr Piutang Murabahah Rp 40.000.000
13 Juni 2016 Db Margin Murabahah Yang Ditangguhkan (MYDT) Rp 10.000.000
Cr Pendapatan Margin Murabahah Rp 10.000.000
13 Juni 2016 Db Pendapatan Margin Murabahah Rp 5.000.000
Cr Kas / Rek a.n Ahmad Rp 5.000.000

7. Denda
Bank dapat mengenakan denda kepada nasabah yang tidak dapat melakukan pembayaran angsuran piutang Murabahah, dengan indikasi antara lain:

adanya unsur kesengajaan, yaitu nasabah mempunyai dana tetapi tidak melakukan pembayaran piutang Murabahah; dan
adanya unsur penyalahgunaan dana, yaitu nasabah mempunyai dana tetapi digunakan terlebih dahulu untuk hal lain.
Denda tidak dapat dikenakan kepada nasabah yang tidak/belum mampu melunasi disebabkan oleh force majeur, jika dapat dibuktikan. Denda yang diterima diakui sebagai bagian dana kebajikan.

Contoh Kasus

Tanggal 16 Desember 2015 atas kelalaian pembayaran angsuran oleh tuan Ahmad, Bank Berkah Syariah mengenakan denda sebesar Rp 150.000 dan tuan Ahmad langsung membayar denda secara tunai.

Jurnal Transaksi :

16 Des 2015 || Db Kas / Rek a.n Ahmad Rp 150.000
Cr Titipan Dana Kebajikan – Denda Murabahah Rp 150.000

8. Murabahah dengan Wakalah
Pada prakteknya, kadang bank syariah tidak membeli secara langsung barang yang dipesan oleh nasabah. Bank syariah mewakilkan pihak lain untuk membeli barang, sehingga bank syariah hanya menyediakan dana. Wakil yang ditunjuk untuk pembelian barang adalah pihak ketiga atau nasabah pemesan barang. Transaksi bank syariah mewakilkan pembelian barang kepada pihak ketiga atau nasabah pemesan disebut dengan akad wakalah.

Jika transaksi murabahah dengan tambahan akad wakalah, maka ketentuannya adalah akad murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi milik bank.

Contoh kasus:

Tanggal 13 Agustus 2015 Bank Berkah Syariah dan tuan Ahmad sepakat melakukan transaksi murabahah atas mobil Avanza sebesar Rp 180.000.000 dengan tambahan margin sebesar Rp 60.000.000. Atas transaksi tersebut Bank Berkah Syariah memberikan uang sebesar Rp 180.000.000 kepada tuan Ahmad sebagai wakil untuk pembelian mobil Avanza.

Jurnal transaksi :

13 Agust 2015 || Db Piutang Wakalah Rp 180.000.000
Cr Kas Rp 180.000.000
Setelah melakukan pembelian mobil Avanza, pada tanggal 16 Agustus 2015 tuan Ahmad datang ke Bank Berkah Syariah untuk menyerahkan mobil Avanza dengan menunjukan bukti pembelian barang.

Jurnal transaksi :

16 Agust 2015 || Db Persediaan Murabahah Rp 180.000.000
Cr Piutang Wakalah Rp 180.000.000
Setelah barang diterima oleh bank syariah, barulah dilakukan akad murabahah antara Bank Berkah Syariah dengan tuan Ahmad.

Jurnal transaksi :

16 Agust 2015 || Db Piutang Murabahah Rp 240.000.000
Cr Persediaan Murabahah Rp 180.000.000
Cr Margin Murabahah Yang Ditangguhkan (MYDT) Rp 60.000.00

Komentar

Postingan populer dari blog ini

AKUNTANSI KEUANGAN LANJUTAN I

Portofolio Beresiko Optimal

Risk and Return