Akad musyarakah
Assalamualaikum teman-teman 😊
Kali ini saya akan membahas tentang akad musyarakah.. Mari kita simak agar mendapat pengetahuan😊
AKAD MUSYARAKAH
Dalam sistem ekonomi syariah atau ekonomi Islam yang kita ketahui, terdapat beberapa perjanjian yang bisa dilakukan. Selain mudharabah dan murabahah, bentuk kerja sama dalam sistem ekonomi Islam juga dapat terjadi melalui adalah akad musyarakah. Kata ini berasal dari bahasa Arab, syrikah, yang juga bermakna mencampur, sekutu, atau serikat. Sama seperti akad lainnya, jenis kerja sama yang satu ini juga dilandasi oleh hukum-hukum dalam Alquran dan hadis.
1. Pengertian Akad Musyarakah
Musyarakah adalah sebuah akad kerja sama di mana para pihak yang melakukan akad sama-sama menyetorkan modalnya untuk menjalankan sebuah usaha.
Semua pemilik modal berhak untuk berpartisipasi dalam hal menentukan kebijakan usaha yang dilaksanakan oleh pihak pelaksana usaha.
2. Musyarakah dalam aplikasi perbankan syariah
Dalam hal pengaplikasiannya pada perbankan syariah, akad musyarakah dapat berupa:
4. Dasar Hukum Musyarakah
1. Al-Quran
“… maka mereka berserikat pada sepertiga….” (Q.S. An-Nisa:12)
“Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (Q.S. Sad: 24).
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang- orang yang berserikat itu sebagian dari mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan amat sedikitlah mereka ini’’(QS. Shaad (38):24).
2. Al-Hadist
عن ابي هريرة رفعه قل ان الله يقول انا ثا لث الشريكين ما لم يخنن احد هما صا حبه فاذا خانه خرجت من بينهما. ( رواهه ابو داود والحا كم عن ابي هريرة )
Dari abu hurairah Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya Allah azza wa jallah berfirman “aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satu tidak ada yang menghianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka” (HR Abu Daud).Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah merupakan dalil lain diperbolehkan nya praktik musyarakah. Hadis ini merupakan hadist Qudsi, dan kedudukannya sahih menurut Hakim.
Di Hadis ini menjelaskan bahwa Allah memberikan pernyataan bahwa mereka yang bersekutu dalam sebuah usaha akan mendapat perniagaan dalam arti Allah akan menjaganya selain itu Allah akan memberikan pertolongan namun Allah juga akan melaknat mereka yang mengkhianati perjanjian dan usahanya. Hal ini lantas memperjelas meskipun memiliki ikatan yang bebas namun kita tidak bisa membatalkan sembarangan apa yang sudah menjadi kerjasamanya.
3. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al Mughni mengatakan bahwa “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dari beberapa elemennya”.
5. Syarat-syarat Akad Musyarakah
Adapun beberapa syarat dari akad ini menurut Usmani tahun 1998 adalah :
a. Syarat Akad
Dimana syarat akad terdiri dari empat jenis diantaranya 1). Syarat berlakunya akad atau biasa disebut In’iqod, 2). Syarat sahnya akad atau biasa disebut Shiha, 3). Syarat terealisasikannya akad atau Nafadz dan terakhir 4). Syarat Lazimm.
b. Pembagian proporsi keuntungan
Dalam hal ini akan ada beberapa proporsi keuntungan yang harus dipenuhi, diantaranya :
c. Penentuan Proporsi Keuntungan
Dalam akad musyarakah, proporsi keuntungan sudah dijelaskan pendapat dan dasarnya oleh para ahli hukum islam, diantaranya :
Imam malik dan Imam Syafi’I berpendapat bahwa proporsi keuntungan dibagi di antara mereka dimana sebelumnya menurut kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya saat akad dan disesuaikan dengan proporsi modal yang disertakan. (Baca: Pasar Modal Syariah)
Imam Ahmad berpendapat jika proporsi keuntungan dapat pula berbeda dari proporsi modal yang sudah disertakan masing-masing pihak.
Selain itu ada dari Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa proporsi keuntungan bisa berbeda dari proporsi modal di dalam sebuah kondisi normal.
d. Pembagian Kerugian
Kerugian merupakan hal yang tidak diinginkan, namun para ahli hukum tetap membahasnya bilamana transaksi tersebut mengalami kerugian saat menjadi usaha. Dalam aturannya para mitra harus siap menanggung kerugian sesuai modal dan dana yang sudah diinvestasikan dalam usaha tersebut. (Baca: Prosedur Pengelolaan Dana Kas Kecil)
e. Sifat modal
Sifat modal merupakan hal selanjutnya yang dibahas oleh ahli hukum Islam, dimana mereka berpendapat bahwa modal yang diinvestasikan oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal likuid bukan barang. (Baca: Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagang)
f. Manajemen Musyarakah
Prinsip normal dari musyarakah yaitu bahwa setiap mitra bisa memiliki hak untuk ikut serta dalam manajemen dan bekerja untuk usaha patungan ini. Tetapi, para mitra dapat juga sepakat bahwa manajemen perusahaan akan dilakukan oleh salah satu dari mereka, dan mitra lain tidak akan menjadi bagian manajemen dari musyarakah tersebut.
g. Penghentian Musyarakah
Dalam sebuah akad yang tidak terikat seperti ini akan terjadi pemberhentian musyarakah apabila :
Jika salah satu pihak atau mitra meninggal, maka musyarakah bisa berjalan dan kontrak dengan almarhum akan diberhentikan tanpa menghentikan usaha tersebut.
Jika setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja setelah menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal ini.
6. Rukun-rukun Akad Musyarakah
Menurut mayoritas ulama, rukun syirkah ada tiga, yaitu:
Contoh akad musyarakah dalam kehidupan sehari-hari banyak kita temukan dalam berbagai kerjasama usaha bagi hasil. Misalnya, pada studi kasus sistem bagi hasil pengembangan usaha ternak lele berikut ini.
1.Seorang peternak lele, mampu menghasilkan 50 Kg lele per harinya. Dia berencana menaikan kapasitas produksinya hingga mencapai 100 Kg / hari. Namun, Keuntungan yang diperolehnya tidak mencukupi untuk membiayai keseluruhan kebutuhan penambahan luas kolam lele, pembelian bibit dan pakan lele.
Peternak lele kemudian menawarkan kerjasama usaha kepada investor, dengan persyaratan modal dari investor 60% dan peternak sisanya. Porsi keuntungan dapat disepakati, apakah dari keseluruhan kapasitas produksi 100 kg/hari, atau mengunakan hasil penambahan kapasitas produksi sebesar 50 kg/hari.
Skema seperti ini juga merupakan contoh akad musyarakah permanen, yaitu perjanjian musyarakah dengan menetapkan porsi bagi hasil (nisbah), yang tetap selama selama masa kontraknya
Terima kasih sudah berkunjung.. Semoga ilmu yang didapatkan bermanfaat😊
Kali ini saya akan membahas tentang akad musyarakah.. Mari kita simak agar mendapat pengetahuan😊
AKAD MUSYARAKAH
Dalam sistem ekonomi syariah atau ekonomi Islam yang kita ketahui, terdapat beberapa perjanjian yang bisa dilakukan. Selain mudharabah dan murabahah, bentuk kerja sama dalam sistem ekonomi Islam juga dapat terjadi melalui adalah akad musyarakah. Kata ini berasal dari bahasa Arab, syrikah, yang juga bermakna mencampur, sekutu, atau serikat. Sama seperti akad lainnya, jenis kerja sama yang satu ini juga dilandasi oleh hukum-hukum dalam Alquran dan hadis.
1. Pengertian Akad Musyarakah
Musyarakah adalah sebuah akad kerja sama di mana para pihak yang melakukan akad sama-sama menyetorkan modalnya untuk menjalankan sebuah usaha.
Semua pemilik modal berhak untuk berpartisipasi dalam hal menentukan kebijakan usaha yang dilaksanakan oleh pihak pelaksana usaha.
2. Musyarakah dalam aplikasi perbankan syariah
Dalam hal pengaplikasiannya pada perbankan syariah, akad musyarakah dapat berupa:
- Pembiayaan Proyek. Dalam kegiatan pembiayaan proyek ini Bank Syariah bekerja sama dengan nasabahnya untuk menyediakan dana, selanjutnya dana yang telah disediakan akan digunakan untuk membiayai proyek. Disaat proyek yang dibiayai tersebut telah selesai maka nasabah akan mengembalikan uang yang diberikan oleh bank (dana yang dibiayai bank untuk pembangunan proyek) beserta bagi hasil yang telah mereka sepakati pada saat akad tersebut disetujui (ijab qabul).
- Modal Ventura (Penanaman Modal). Kegiatan ini dilakukan oleh pihak bank dalam jangka waktu tertentu, setelah jangka waktu tersebut berakhir, maka bank akan menjual sahamnya (modal dalam bentuk saham) kepada pihak yang memegang perusahaan (Yusuf, 2012).
3. Jenis-jenis akad Akad Musyarakah
Berdasarkan ulama fikih, akad musyarakah ini bisa dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Akad Musyarakah Al Milk
Akad musyarakah al milk ini mengandung arti kepemilikan bersama. Dimana keberadaannya akan muncul jika 2 orang atau lebih mendapatkan kepemilikan bersama terhadap suatu asset atau kekayaan.
Misalnya, terdapat 2 orang atau lebih yang menerima warisan sebidang tanah, baik yang bisa dibagi atau tidak bisa dibagi. Contoh lainnya adalah berupa kepemilikan suatu benda secara bersama-sama.
Dalam hal tersebut para mitra harus berbagai atas kekayaan tersebut, termasuk pendapatan yang diperoleh. Musyarakah al milk ini bisa bersifat sukarela atau tidak sukarela.
Misalnya seperti kekayaan bersama dapat dibagi, tapi para mitra memutuskan untuk tetap memilikinya secara bersama-sama, maka syirkah al milk tersebut bersifat sukarela atau ikhtiari. Contoh lain dari musyarakah al milk adalah kepemilikan suatu benda yang dibeli secara bersama-sama.
Namun jika benda tersebut tidak bisa dibagi dan mereka terpaksa harus memilikinya secara bersama, maka musyarakah al milk tersebut bersifat tidak sukarela atau Jabari.
b. Musyarakah Al’uqud
Musyarakah al’uqud adalah kemitraan yang tercipta dengan melalui kesepakatan antara 2 orang atau lebih untuk melakukan kerjasama dalam pencapai tujuan tertentu.
Setiap mitra bisa berkontribusi dengan menggunakan modal atau dengan bekerja serta berbagi keuntungan dan juga kerugian.
Musyarakah jenis ini bisa dikatakan sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena para mitra yang terlibat secara sukarela berkeinginan untuk melakukan kerjasama investasi dengan berbagi keuntungan atau pun resiko.
Berbeda dengan musyarakah al’uqud, dalam kemitraan jenis ini setiap mitra bisa bertindak untuk mewakili mitra lainnya. Musyarakah al’uqud ini dibagi menjadi 4 jenis yaitu sebagai berikut:
c. Akad Musyarakah Abdan
Disebut juga dengan syirkah a’mal (kemitraan kerja) atau syirkah shanaa’I (kemitraan para tukang) atau syirkah taqabbul (kemitraan penerimaan).
Musyarakah abdan adalah bentuk kerjasama antara 2 orang atau lebih yang berasal dari kalangan pekerja atau professional, dimana mereka sepakat untuk melakukan kerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi pendapatan yang diterima.
Para mitra berkontribusi dalam keahlian dan juga tenaga untuk menjalankan bisnis tanpa menyetor sejumlah modal.
Hasil yang berasal dari pekerjaan tersebut akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan. Jenis keahlian yang dimiliki oleh para mitra bisa sama atau berbeda. Para mitra bebas untuk memilih siapa yang menjadi pemimpin dan menjadi pelaksana. Dalam setiap pekerjaan yang sudah disepakati oleh salah satu mitra mengikat mitra lainnya.
d. Akad Musyarakah Wuju
Musyarakah wuju adalah kerjasama antara 2 pihak, dimana masing-masing pihak sama sekali tidak menyetorkan modal atau dana.
Mereka dalam menjalankan bisnis berdasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pihak ke-3. Setiap mitra menjadi penanggung dan juga agen untuk mitra lainnya.
Keuntungan akan dibagi diantara para mitra sesuai dengan kesepakatan bersama. Setiap mitra menyumbangkan reputasi dan nama baik.
e. Musyarakah ‘Inan
Musyarakah ‘Inan atau negosiasi adalah bentuk kerja sama dimana komposisi dan kedudukan para pihak yang terlibat adalah tidak sama, baik dalam hal modal atau pekerjaan.
Tanggungjawab dari para mitra ini berbeda satu dengan yang lainnya dalam mengelola usaha. Setiap mitra bertindak sebagai agen atau kuasa dari kemitraan yang dibentuk, namun bukan sebagai penjamin untuk mitra yang lainnya.
Kewajiban terhadap pihak ke-3 ini bersifat masing-masing, artinya tidak ditanggung secara bersama-sama. Seorang mitra tidak mempunyai tanggungjawab terhadap kewajiban yang dibuat oleh mitra lainnya.
Utang yang didapatkan oleh seorang mitra tidak bisa ditagih atau dituntut kepada mitra yang lainnya. Keuntungan yang didapatkan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi dana atau modal.
f. Musyarakah Mufawwadhah
Musyarakah mufawwadhah adalah kerjasama dimana kedudukan dan juga komposisi para pihak yang terlibat harus sama, baik dalam hal pekerjaan, modal, keuntungan, agama, atau resiko kerugian. Setiap mitra mempunyai kewenangan penuh untuk bertindak atas dan bagi nama pihak lain.
Konsekunsi-nya, setiap mitra sepenuhnya bertanggungjawab terhadap tindakan hukum dan berbagai komitmen dari para mitra lainnya yang berhubungan dengan kemitraan tersebut.
Dengan begitu, tuntutan dari pihak ke-3 bisa diajukan kepada setiap mitra, dan secara bersama mempunyai tanggungjawab atas kewajiban kemitraan tersebut. Sepanjang kewajiban yang ada memang muncul dari operasional bisnis syirkah tersebut.
Sebaliknya, setiap mitra bisa mengajukan tuntutan atas pihak ke-3 tanpa harus memperhatikan apakah mitra yang bersangkutan terlibat langsung dengan transaksi yang menimbulkan tuntutan tersebut. Bentuk musyarakah ini mirip dengan firma. Namun dalam firma jumlah modal yang disetor tidak harus sama.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) , akad musyarakah ini bisa dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut:
1. Musyarakah Permanen
Adalah musyarakah yang mempunyai ketentuan bagian modal dari setiap mitra jumlahnya tetap sampai akhir akad.
Misalnya seperti, mitra A dan mitra B menanamkan modal dengan jumlah awal masing-masing Rp.50 juta, maka sampai akhir akad musyarakah modal mereka masing-masing harus tetap sama sebesar Rp.50 juta.
2. Musyarakah Menurun
Atau disebut juga sebagai musyarakah mutanaqisah, adalah musyarakah yang mempunyai ketentuan bagian modal salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra yang lainnya. Sehingga bagian modalnya akan mengalami penurunan, dan pada akhir akad mitra lainnya akan menjadi pemilik penuh atas usaha musyarakah tersebut.
Misalnya, mitra A menanamkan Rp.50 juta dan mitra B Rp.20 juta. Seiring dengan berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut, modal dari mitra B sebesar Rp.20 juta akan beralih kepada mitra A dengan melalui pengalihan secara bertahap.
Berdasarkan ulama fikih, akad musyarakah ini bisa dikategorikan menjadi beberapa jenis, yaitu sebagai berikut.
a. Akad Musyarakah Al Milk
Akad musyarakah al milk ini mengandung arti kepemilikan bersama. Dimana keberadaannya akan muncul jika 2 orang atau lebih mendapatkan kepemilikan bersama terhadap suatu asset atau kekayaan.
Misalnya, terdapat 2 orang atau lebih yang menerima warisan sebidang tanah, baik yang bisa dibagi atau tidak bisa dibagi. Contoh lainnya adalah berupa kepemilikan suatu benda secara bersama-sama.
Dalam hal tersebut para mitra harus berbagai atas kekayaan tersebut, termasuk pendapatan yang diperoleh. Musyarakah al milk ini bisa bersifat sukarela atau tidak sukarela.
Misalnya seperti kekayaan bersama dapat dibagi, tapi para mitra memutuskan untuk tetap memilikinya secara bersama-sama, maka syirkah al milk tersebut bersifat sukarela atau ikhtiari. Contoh lain dari musyarakah al milk adalah kepemilikan suatu benda yang dibeli secara bersama-sama.
Namun jika benda tersebut tidak bisa dibagi dan mereka terpaksa harus memilikinya secara bersama, maka musyarakah al milk tersebut bersifat tidak sukarela atau Jabari.
b. Musyarakah Al’uqud
Musyarakah al’uqud adalah kemitraan yang tercipta dengan melalui kesepakatan antara 2 orang atau lebih untuk melakukan kerjasama dalam pencapai tujuan tertentu.
Setiap mitra bisa berkontribusi dengan menggunakan modal atau dengan bekerja serta berbagi keuntungan dan juga kerugian.
Musyarakah jenis ini bisa dikatakan sebagai kemitraan yang sesungguhnya, karena para mitra yang terlibat secara sukarela berkeinginan untuk melakukan kerjasama investasi dengan berbagi keuntungan atau pun resiko.
Berbeda dengan musyarakah al’uqud, dalam kemitraan jenis ini setiap mitra bisa bertindak untuk mewakili mitra lainnya. Musyarakah al’uqud ini dibagi menjadi 4 jenis yaitu sebagai berikut:
c. Akad Musyarakah Abdan
Disebut juga dengan syirkah a’mal (kemitraan kerja) atau syirkah shanaa’I (kemitraan para tukang) atau syirkah taqabbul (kemitraan penerimaan).
Musyarakah abdan adalah bentuk kerjasama antara 2 orang atau lebih yang berasal dari kalangan pekerja atau professional, dimana mereka sepakat untuk melakukan kerjasama mengerjakan suatu pekerjaan dan berbagi pendapatan yang diterima.
Para mitra berkontribusi dalam keahlian dan juga tenaga untuk menjalankan bisnis tanpa menyetor sejumlah modal.
Hasil yang berasal dari pekerjaan tersebut akan dibagikan sesuai dengan kesepakatan. Jenis keahlian yang dimiliki oleh para mitra bisa sama atau berbeda. Para mitra bebas untuk memilih siapa yang menjadi pemimpin dan menjadi pelaksana. Dalam setiap pekerjaan yang sudah disepakati oleh salah satu mitra mengikat mitra lainnya.
d. Akad Musyarakah Wuju
Musyarakah wuju adalah kerjasama antara 2 pihak, dimana masing-masing pihak sama sekali tidak menyetorkan modal atau dana.
Mereka dalam menjalankan bisnis berdasarkan pada kepercayaan yang diberikan oleh pihak ke-3. Setiap mitra menjadi penanggung dan juga agen untuk mitra lainnya.
Keuntungan akan dibagi diantara para mitra sesuai dengan kesepakatan bersama. Setiap mitra menyumbangkan reputasi dan nama baik.
e. Musyarakah ‘Inan
Musyarakah ‘Inan atau negosiasi adalah bentuk kerja sama dimana komposisi dan kedudukan para pihak yang terlibat adalah tidak sama, baik dalam hal modal atau pekerjaan.
Tanggungjawab dari para mitra ini berbeda satu dengan yang lainnya dalam mengelola usaha. Setiap mitra bertindak sebagai agen atau kuasa dari kemitraan yang dibentuk, namun bukan sebagai penjamin untuk mitra yang lainnya.
Kewajiban terhadap pihak ke-3 ini bersifat masing-masing, artinya tidak ditanggung secara bersama-sama. Seorang mitra tidak mempunyai tanggungjawab terhadap kewajiban yang dibuat oleh mitra lainnya.
Utang yang didapatkan oleh seorang mitra tidak bisa ditagih atau dituntut kepada mitra yang lainnya. Keuntungan yang didapatkan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian akan dibagi secara proporsional sesuai dengan kontribusi dana atau modal.
f. Musyarakah Mufawwadhah
Musyarakah mufawwadhah adalah kerjasama dimana kedudukan dan juga komposisi para pihak yang terlibat harus sama, baik dalam hal pekerjaan, modal, keuntungan, agama, atau resiko kerugian. Setiap mitra mempunyai kewenangan penuh untuk bertindak atas dan bagi nama pihak lain.
Konsekunsi-nya, setiap mitra sepenuhnya bertanggungjawab terhadap tindakan hukum dan berbagai komitmen dari para mitra lainnya yang berhubungan dengan kemitraan tersebut.
Dengan begitu, tuntutan dari pihak ke-3 bisa diajukan kepada setiap mitra, dan secara bersama mempunyai tanggungjawab atas kewajiban kemitraan tersebut. Sepanjang kewajiban yang ada memang muncul dari operasional bisnis syirkah tersebut.
Sebaliknya, setiap mitra bisa mengajukan tuntutan atas pihak ke-3 tanpa harus memperhatikan apakah mitra yang bersangkutan terlibat langsung dengan transaksi yang menimbulkan tuntutan tersebut. Bentuk musyarakah ini mirip dengan firma. Namun dalam firma jumlah modal yang disetor tidak harus sama.
Berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) , akad musyarakah ini bisa dikategorikan menjadi 2 jenis yaitu sebagai berikut:
1. Musyarakah Permanen
Adalah musyarakah yang mempunyai ketentuan bagian modal dari setiap mitra jumlahnya tetap sampai akhir akad.
Misalnya seperti, mitra A dan mitra B menanamkan modal dengan jumlah awal masing-masing Rp.50 juta, maka sampai akhir akad musyarakah modal mereka masing-masing harus tetap sama sebesar Rp.50 juta.
2. Musyarakah Menurun
Atau disebut juga sebagai musyarakah mutanaqisah, adalah musyarakah yang mempunyai ketentuan bagian modal salah satu mitra akan dialihkan secara bertahap kepada mitra yang lainnya. Sehingga bagian modalnya akan mengalami penurunan, dan pada akhir akad mitra lainnya akan menjadi pemilik penuh atas usaha musyarakah tersebut.
Misalnya, mitra A menanamkan Rp.50 juta dan mitra B Rp.20 juta. Seiring dengan berjalannya kerjasama akad musyarakah tersebut, modal dari mitra B sebesar Rp.20 juta akan beralih kepada mitra A dengan melalui pengalihan secara bertahap.
4. Dasar Hukum Musyarakah
1. Al-Quran
“… maka mereka berserikat pada sepertiga….” (Q.S. An-Nisa:12)
“Dan, sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.” (Q.S. Sad: 24).
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang- orang yang berserikat itu sebagian dari mereka berbuat dzalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan amat sedikitlah mereka ini’’(QS. Shaad (38):24).
2. Al-Hadist
عن ابي هريرة رفعه قل ان الله يقول انا ثا لث الشريكين ما لم يخنن احد هما صا حبه فاذا خانه خرجت من بينهما. ( رواهه ابو داود والحا كم عن ابي هريرة )
Dari abu hurairah Rasulullah saw bersabda, sesungguhnya Allah azza wa jallah berfirman “aku adalah pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satu tidak ada yang menghianati pihak yang lain. Jika salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka” (HR Abu Daud).Hadis riwayat Abu Daud dari Abu Hurairah merupakan dalil lain diperbolehkan nya praktik musyarakah. Hadis ini merupakan hadist Qudsi, dan kedudukannya sahih menurut Hakim.
Di Hadis ini menjelaskan bahwa Allah memberikan pernyataan bahwa mereka yang bersekutu dalam sebuah usaha akan mendapat perniagaan dalam arti Allah akan menjaganya selain itu Allah akan memberikan pertolongan namun Allah juga akan melaknat mereka yang mengkhianati perjanjian dan usahanya. Hal ini lantas memperjelas meskipun memiliki ikatan yang bebas namun kita tidak bisa membatalkan sembarangan apa yang sudah menjadi kerjasamanya.
3. Ijma
Ibnu Qudamah dalam kitabnya, Al Mughni mengatakan bahwa “Kaum muslimin telah berkonsensus terhadap legitimasi musyarakah secara global walaupun terdapat perbedaan pendapat dari beberapa elemennya”.
5. Syarat-syarat Akad Musyarakah
Adapun beberapa syarat dari akad ini menurut Usmani tahun 1998 adalah :
a. Syarat Akad
Dimana syarat akad terdiri dari empat jenis diantaranya 1). Syarat berlakunya akad atau biasa disebut In’iqod, 2). Syarat sahnya akad atau biasa disebut Shiha, 3). Syarat terealisasikannya akad atau Nafadz dan terakhir 4). Syarat Lazimm.
b. Pembagian proporsi keuntungan
Dalam hal ini akan ada beberapa proporsi keuntungan yang harus dipenuhi, diantaranya :
- Proporsi keuntungan yang telah dibagikan kepada para pihak terkait usaha haruslah disepakati sejak awal kontrak atau akad. Jika proporsi belum ditetapkan maka akad tidak sah menurut syariah dan berdosa (Baca: Prinsip Akuntansi Syariah)
- Rasio atau nisbah keuntungan untuk masing-masing pihak usaha memang sudah ditetapkan sejak awal dan tidak berdasarkan dari modal yang disertakan. Tidak diperbolehkan untuk menetapkan lumsum untuk partner tertentu semuanya harus adil. Tingkat keuntungan tertentu tidak boleh dikaitkan dengan modal investasinya.
c. Penentuan Proporsi Keuntungan
Dalam akad musyarakah, proporsi keuntungan sudah dijelaskan pendapat dan dasarnya oleh para ahli hukum islam, diantaranya :
Imam malik dan Imam Syafi’I berpendapat bahwa proporsi keuntungan dibagi di antara mereka dimana sebelumnya menurut kesepakatan yang telah ditentukan sebelumnya saat akad dan disesuaikan dengan proporsi modal yang disertakan. (Baca: Pasar Modal Syariah)
Imam Ahmad berpendapat jika proporsi keuntungan dapat pula berbeda dari proporsi modal yang sudah disertakan masing-masing pihak.
Selain itu ada dari Imam Abu Hanifah yang menyatakan bahwa proporsi keuntungan bisa berbeda dari proporsi modal di dalam sebuah kondisi normal.
d. Pembagian Kerugian
Kerugian merupakan hal yang tidak diinginkan, namun para ahli hukum tetap membahasnya bilamana transaksi tersebut mengalami kerugian saat menjadi usaha. Dalam aturannya para mitra harus siap menanggung kerugian sesuai modal dan dana yang sudah diinvestasikan dalam usaha tersebut. (Baca: Prosedur Pengelolaan Dana Kas Kecil)
e. Sifat modal
Sifat modal merupakan hal selanjutnya yang dibahas oleh ahli hukum Islam, dimana mereka berpendapat bahwa modal yang diinvestasikan oleh setiap mitra harus dalam bentuk modal likuid bukan barang. (Baca: Metode Pencatatan Persediaan Barang Dagang)
f. Manajemen Musyarakah
Prinsip normal dari musyarakah yaitu bahwa setiap mitra bisa memiliki hak untuk ikut serta dalam manajemen dan bekerja untuk usaha patungan ini. Tetapi, para mitra dapat juga sepakat bahwa manajemen perusahaan akan dilakukan oleh salah satu dari mereka, dan mitra lain tidak akan menjadi bagian manajemen dari musyarakah tersebut.
g. Penghentian Musyarakah
Dalam sebuah akad yang tidak terikat seperti ini akan terjadi pemberhentian musyarakah apabila :
Jika salah satu pihak atau mitra meninggal, maka musyarakah bisa berjalan dan kontrak dengan almarhum akan diberhentikan tanpa menghentikan usaha tersebut.
Jika setiap mitra memiliki hak untuk mengakhiri musyarakah kapan saja setelah menyampaikan pemberitahuan kepada mitra lain mengenai hal ini.
6. Rukun-rukun Akad Musyarakah
Menurut mayoritas ulama, rukun syirkah ada tiga, yaitu:
- Aqidani (dua pihak yang berakad)
- Ijab Qabul (ucapan serah terima yang dilakukan oleh pihak yang berakad)
- Ma'qud 'alaih (barang yang diakadkan)
7. Contoh Akad Musyarakah
1.Seorang peternak lele, mampu menghasilkan 50 Kg lele per harinya. Dia berencana menaikan kapasitas produksinya hingga mencapai 100 Kg / hari. Namun, Keuntungan yang diperolehnya tidak mencukupi untuk membiayai keseluruhan kebutuhan penambahan luas kolam lele, pembelian bibit dan pakan lele.
Peternak lele kemudian menawarkan kerjasama usaha kepada investor, dengan persyaratan modal dari investor 60% dan peternak sisanya. Porsi keuntungan dapat disepakati, apakah dari keseluruhan kapasitas produksi 100 kg/hari, atau mengunakan hasil penambahan kapasitas produksi sebesar 50 kg/hari.
Skema seperti ini juga merupakan contoh akad musyarakah permanen, yaitu perjanjian musyarakah dengan menetapkan porsi bagi hasil (nisbah), yang tetap selama selama masa kontraknya
Terima kasih sudah berkunjung.. Semoga ilmu yang didapatkan bermanfaat😊
Komentar
Posting Komentar